Senin, 11 Desember 2017

SEJARAH PERKEMBANGAN HADIST PADA MASA RASULULLAH,SAHABAT,DAN TABI’IN



MAKALAH ILMU HADIST
SEJARAH PERKEMBANGAN HADIST PADA MASA RASULULLAH,SAHABAT,DAN TABI’IN
DI                                                                       
S
U
S
U
N
OLEH
RIDHA ZUHAIMI
PEMBIMBING
USTADZ MAIMUN M.A
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA ARAB


SEKOLAH TINGGI ILMU TARBIYAH (STIT)
SYAMSYUDDUHA – ACEH UTARA


DAFTAR ISI

KATAPENGANTAR……………………………………………………………………… 1
BAB I…………………………………………………………………………....................2
BAB II...........…………………………………………………………………………........5
KESIMPULAN…………………………………………………………………………….12
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………………...13












                                                                        Diselesaikan pada tanggal 25 oktober 2017
           
                                                                        Ridha Zuhaimi

KATA PENGANTAR
Dengan nama ALLAH yang maha pengasih lagi maha penyayang,penulis mengucapkan puji syukur atas kehadirat ALLAH SWT. Karena atas rahmat,hidayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini. begitu shalawat serta salam senantiasa tercurahkan kepada nabi Muhammad saw beserta para sahabat,keluarga dan para pengikutnya yang setia hingga akhir zaman.
Dalam penyusunan makalah ini penulis sedikit mengalami kesulitan dan rintangan namun berkat bantuan yang di berikan dari berbagai pihak,sehingga kesulitan-kesulitan tersebut bias teratasi dengan baik. dengan demikian  penulis lewat lembaran ini ingin mengucapkan terima kasih yang setinggi-tingginya kepada mereka, teriring doa agar segenap bantuannya dalam urusan penyelesain makalah ini, sehingga bernilai ibadah disisi  ALLAH SWT.
Akhirnya penyusun menyadari bahwa makalah ini bukanlahsebuah proses akhir dari segalanya, melainkan langkah awal yang masih memerlukan banyak koreksi, oleh karena itu kritik dan sran sangat diharapkan untuk penyempurnaan makalh selanjutnya, Amin.



                                                                                                                                                                                                                                                              pemakalah
                                                                                               
                                                                                                            Ridha zuhaimi
                                                                       



                                                                       

                                                                        1
                                                                        BAB I
PENDAHULUAN
            A. Latar belakang
            Islam mengenal dua sumber primer dalam perundang-undangan. Pertama,Al-Qur’an dan Kedua Al-hadist. Terdapat perbedaan yang signifikan pada sistem keduanya, Al-Quran sejak awal diturunkan sudah ada perintah pembukuannya secara resmi, sehingga Al-Quran terpelihara dari kemungkinan pemalsuan. Berbeda dengan Hadist, tak ada perlakuan khusus yang baku padanya, sehingga pemeliharaannya merupakan spontanitas dan inisiatif dari para sahabat. Hadist yang telah ada sejak awal perkembangan islam adalah sebuah kenyataan yang tidak dapat diragukan lagi. Disamping sebagai pendukung dalam mengatasi berbagai permasalahan dalam ummat, Hadist juga memiliki pengaruh yang sangat besar dalam memacu peadaban ilmu dalam agama islam. Sehingga banyak para sahabat yang mengahafal dan mencatat dengan baik Al-Hadist ini.
Pada dasarnya Hadist adalah  sebuah literatur yang mencakup  semua ucapan,perbuatan,persetujuan,ketetapan dan gambaran tentang kepribadian Nabi Muhammad Saw, mula-mula Hadist dihafalkan dan secara lisan disampaikan secara berkesinambungan dari generasi ke generasi. Di samping sebagai utusan ALLAH SWT, Nabi adalah panutan dan tokoh masyarakat. Selanjutnya dalam kapasitasnya sebagai apa saja (Rasul,Pemimpin masyarakat,panglima perang,kepala rumah tangga,teman) maka,tingkah laku,ucapan,petunjuknya disebut sebagai ajaran islam. Beliau sadar sepenuhnya bahwa agama yang dibawanya harus disampaikan dan terwujud secara kongkret dalam kehidupan nyata sehari-hari. Karena itu setiap kali ada kesempatan, Nabi memanfaatkannya untuk berdialog dengan para sahabat dalam berbagai media, dan para sahabat juga memanfaatkan hal itu untuk lebih mendalami ajaran islam. Minat yang besar dari para sahabat nabi untuk menerima dan menyampaikan hadist disebabkan oleh beberapa hal,diantaranya:

                                                                        3
Pertama, dinyatakan secara tegas oleh ALLAH SWT dalam Al-Qur’an bahwa Nabi Muhammad Saw adalah panutan yang baik (uswatun hasanah) yang harus diikuti oleh orang beriman dan sebagai utusan ALLAH SWT yang harus ditaati oleh mereka.
Kedua, ALLAH dan Rasul-nya memberikan penghargaan yang sangat tinggi kepada mereka yang berpengetahuan. Ajaran ini telah mendorong para sahabat untuk berlomba-lomba dalam memperoleh pengetahuan yang banyak, yang pada zaman Nabi, sumber pengetahuan adalah Nabi sendiri.
Ketiga, Nabi memerintahkan para sahabatnya untuk menyampaikan pengajaran kepada mereka yang tidak hadir. Nabi menyatakan bahwa boleh jadi orang yang tidak hadir lebih paham dari pada mereka yang hadir mendengarkan langsung dari Nabi. Perintah ini telah mendorong para sahabat untuk menyebarkan apa yang mereka peroleh dari Nabi.
B.Rumusan Masalah
Dari rumusan makalah tersebut, penulis merumuskan tiga rumusan masalah, yaitu:
A.      Bagaimanakah sejarah perkembangan hadist pada masa Rasulullah?
B.      Bagaimanakah sejarah perkembangan hadist pada masa Sahabat?
C.      Bagaimanakah sejarah perkembangan hadist pada masa tabi’in?
C.Tujuan dan Kegunaan
Dalam setiap penelitian apapun bentuknya senantiasa dibarengi oleh tujuan tertentu, oleh karena itu sebagai kelengkapan penjelasan penulis mengenai tujuan dan kegunaan penelitian yaitu untuk mengetahui sejarah Hadist, baik dari zaman Rasulullah hingga zaman Sahabat dan Tabi’in
Adapun kegunaan dari penelitian ini adalah diharapkan agar para mahasiswa mampu mengkaji tentang periwayatan Hadist,baik dari masa Rasulullah Saw hingga pada masa Sahabat dan pada masa Tabi’in.


4
BAB II
PEMBAHASAN
Sejarah perkembangan hadist
Sejarah perkembangan hadist merupakan masa atau periode yang telah di lalui oleh dari masa lahirnya dan tumbuh dalam pengenalan,pengahayatan,dan pengamalan umat dari generasi ke generasi.1 Dengan memerhatikan masa yang telah dilalui hadist sejak masa timbul atau lahirnya di zaman Nabi Muhammad Saw, meneliti dan membina hadist, serta segala sesuatu yang mempengaruhi tersebut, maka Ulama Muhadditsin membagi sejarah Hadist dalam beberapa periode. Adapun para ‘ulama sejarawan hadist berbeda –beda pendapat dalam membagi periode sejarah Hadist, ada yang membagi dalam tiga,lima,dan tujuh periode.2
A.    Sejarah Hadist pada masa Rasulullah Saw.
Periode ini disebut  ‘ashr Al-Wahyi wa At-Taqwin (masa penurunan Wahyu dan masa pembentukan masyarakat islam). Pada masa ini lahirlah Hadist berupa sabda (Aqwal),perbuatan (Al-Af’al),dan penetapan atau pengakuan (At-Taqrir) Nabi Saw, yang berfungsi untuk mengatasi permasalahan hukum syariat di kala itu. Para sahabat menerima Hadist secara langsung dan tidak langsung. Penerimaan secara langsung misalnya saat Nabi Saw memberikan ceramah, pengajian, khutbah, atau penjelasan terhadap pertanyaan para sahabat. Adapun penerimaan secara tidak langsung adalah mendengar dari sahabat yang lain atau dari utusan-utusan ,baik dari utusan yang dikirim oleh nabi ke daerah tertentu atau utusan daerah yang datang langsung kepada Nabi Saw.
            Pada masa Nabi Saw, kepandaian baca tulis para Sahabat sudah mulai bermunculan, hanya saja masih terbatas sekali, oleh karena demikian Nabi Saw menekankan kepada para Sahabat untuk menghafal, memahami, memelihara, mematerikan, dan memantapkan Hadist dalam amalan sehari-hari, serta
1.Endang Soetari,ilmu hadist: kajian riwayah dan dirayah. Bandung; Mimbar Pustaka. 2005 Hal.29
2. Ibid,Hal.30
                                                                        5
mentablighkannya kepada orang lain. Setiap  para Sahabat mempunysi kedudukan tersendiri dihadapan Rasulullah, adakalanya disebut dengan Al-assabiqun Al-awwalun yakni para Sahabat yang pertama masuk islam, seperti seperti Khulafaurrasyidin dan Abdullah ibn Mas’ud. Ada pula diantara mereka yang memilki usia lebih panjang dari sahabat yang lain sehingga mereka lebih banyak mengahafalkannya,seperti Annas ibn Malik. Namun demikian sahabat juga adalah manusia biasa, harus mengurus rumah tangga, bekerja untuk memenuhi, kebutuhan keluarganya, sehingga para Sahabat mendengar sebagian Hadist dari Sahabat yang lain atau langsung dari Rasulullah Saw, apalagi Sahabat Nabi yang berdomisili di daerah yang jauh dari Madinah seringkali memperoleh Hadist dari sesama Sahabat.3  Rasul membina umatnya selama 23 Tahun. Masa ini merupakan kurun waktu turunnya Wahyu dan sekaligus diwurudkannya Hadist.
            Kebiasaan para sahabat dalam menerima Hadist yakni dengan bertanya langsaung kepada Rasulullah Saw, berdasarkan problematika yang di hadapi oleh mereka, seperti masalah hukum syar’i atau ‘itiqadhi, Tetapi Hadist pada zaman Rasulullah  belum ditulis secara umum sebagaimana Al-Qur’an, para Sahabat lebih mengandalkan kekuatan hafalan dan kecerdasan otaknya, karena pada zaman Rasul masih banyak para sahabat yang belum mahir menulis (ummi), terlebih lagi rasulullah telah melarang para Sahabat untuk menulis atau mencatat Hadist disebabkan adanya kekhawatiran bercampur aduknya Hadsit dan Al-Qur’an,  Abu Sa’id Al-Khudri berkata bahwa Rasulullah Saw pernah bersabda:
لاَ تَكْتُبُوْا عَنِّي شَيْأً غَيْرَ اْلقُرْاَنِ فَمَنْ كَتَبَ عَنِّيْ شَيْأً فَلْيَمْحُهُ وَ حَدَّثُوْا  عَلَيَّ شَيْءٌ وَلَا حَرَجَ وَمَنْ كَذَّبَ عَلَيَّ هَمَّامٌ اَحْسِبُهُ قَالَ مُعْتَمِدًّا فَلْيَتُبُوْا مَقْعَدَهُ مِنَ اْلنَّارِ                                          
“Janganlah menulis sesuatu dariku selain Al-Qur’an, dan barang siapa yang menulis dariku hendaklah ia menghapusnya, ceritakan saja apa yang kalian terima dariku, tidak mengapa. Barang siapa yang sengaja berdusta atas namaku,maka hendaklah ia menduduki tempatnya di neraka” (H.R Muslim).
3. Muh.Zuhri,Hadist Nabi telaah historis dan metodologis (cet 11 Yogyakarta Tiara yogya 2009) hal 29
                                                                        6

 Namun pernyataan dalam Hadist ini  dimanshukkan oleh  hadist yang diriwayatkan dari Abdullah ibn Amr r.a, Nabi Saw bersabda:
اُكْتُبُوْا فَوَالَّذِيْ نَفْسِيْ بِيَدِيْ مَا خَرَجَ مِنْهُ اِلَّاَ الْحَقُّ
Tulislah!, maka demi Dzat yang diriku didalam kekuasaan-Nya, tidak keluar dari mulutku kecuali yang benar” (H.R.Al-Darimi). Maka secara tidak resmi beberapa Sahabat Rasul mulai menulis Hadist diantaranya:
1.      Abdullah ibn Amr ibn ‘Ash (w. 65 H/685 M)
2.      Ali ibn Abi Thalib (w. 40 H/611 M)
3.      Annas ibn Malik
4.      Sumrah ibn Jundab (w. 60 H/689 M)
5.      Abdullah ibn Abbas (w. 69 H/689 M)
6.      Jabir ibn Abdullah Al-Anshari (w. 78 H/697 M)
7.      Abdullah ibn Abi Awfa’ (w. 86 H)

B. Sejarah Hadist pada masa Sahabat
Periode kedua sejarah perkembangan hadits  adalah masa sahabat, khususnya adalah Khulafa al-Rasyidun (Abu Bakar al-Shiddiq, Umar bin Khathab, Ustman bin Affan, dan Ali bin Abi Thalib), sehingga masa ini dikenal dengan masa sahabat besar4, Periode ini juga dikenal dengan zaman Al-Tasabbut wa al-Iqlal min al-Riwayah yaitu periode membatasi hadits dan menyedikitkan riwayat. Hal ini disebabkan karena para sahabat pada masa ini lebih mencurahkan perhatiannya kepada pemeliharaan dan penyebaran Al-Qur’an. Akibatnya periwayatan haditspun kurang mendapat perhatian, bahkan mereka berusaha untuk bersikap hati-hati dan membatasi dalam meriwayatkan hadits. Kehati-hatian dan usaha membatasi periwayatan dan penulisan hadits yang dilakukan para sahabat, disebabkan karena mereka khawatir terjadinya kekeliruan dan kebohongan atas

4. Mohammad Nor Ichwan, Studi Ilmu Hadits (Semarang: RaSAIL Media Group, 2007), 79
                                                                        7
nama Rasul SAW, karena hadits adalah sumber ajaran setelah Al-Qur’an5, Keberadaan hadits  yang demikian harus dijaga keautentikannya sebagaimana penjagaan terhadap Al-Qur’an.  Oleh karena itu, para sahabat khususnya Khulafa al-Rasyidin, dan sahabat lainnya seperti Al - zubair, Ibn Abbas, dan Abu Ubaidah berusaha keras untuk memperketat periwayatan hadits. Berikut adalah uraian Hadist pada masa sahabat.
1. Hadist pada masa Abu Bakar Al Siddiq  
Pada masa pemerintahan Abu Bakar, periwayatan hadits dilakukan dengan sangat hati - hati. Bahkan menurut Muhammad bin Ahmad al-Dzahabi (wafat 748H/1347M), sahabat Nabi yang pertama menunjukkan sikap kehati - hatiannya dalam meriwayatkan hadits adalah Abu Bakar al-Shiddiq, Hal ini sebagaimana dinyatakan oleh Aisyah (putri Abu Bakar) bahwa Abu Bakar telah membakar catatan yang berisi sekitar lima ratus hadist. Tindakan Abu Bakar tersebut lebih dilatar belakangi karena beliau merasa khawatir berbuat salah dalam meriwayatkan hadits Sehingga, tidak mengherankan jika jumlah hadits yang diriwayatkannya juga tidak banyak. Padahal, jika dilihat dari intensitasnya bersama Nabi, beliau dikatakan sebagai sahabat yang paling lama bersama Nabi, mulai dari zaman sebelum Nabi hijrah ke Madinah hingga Nabi wafat.
2.  Hadist pada masa Umar ibn Khatab
Tindakan hati - hati yang dilakukan oleh Abu Bakar al-Shiddiq, juga diikuti oleh sahabat Umar bin Khathab. Umar dalam hal ini juga terkenal sebagai orang yang sangat berhati-hati di dalam meriwayatkan sebuah hadits. Beliau tidak mau menerima suatu riwayat apabila tidak disaksikan oleh sahabat yang lainnya.
Hal ini memang dapat dipahami, karena memang pada masa itu, terutama masa khalifah Abu Bakar dan khalifah Umar bi al-Khathab naskah Al-Qur’an masih sangat terbatas jumlahnya, dan karena itu belum menyebar ke daerah - daerah kekuasaan Islam. Sehingga dikhawatirkan umat Islam yang baru memeluk Islam saat itu tidak bisa membedakan antara Al-Qur’an dan Al-Hadits. Pada periode ini menyusun catatan-catatan terdahulu juga dilarang, karena dari catatan tersebut tidak dapat diketahui mana yang haq dan mana yang bathil, demikian pula dengan pencatat ilmu juga dilarang.
5. Khusniati Rofiah, Studi Ilmu Hadits (Ponorogo: STAIN PO Press, 2010), 71
                                                            8
Meskipun demikian, pada masa Umar ini periwayatan hadits juga banyak dilakukan oleh umat Islam. Tentu dalam periwayatan tersebut tetap memegang prinsip kehati-hatian.
 3. Hadist pada masa Usman ibn Affan
Pada masa Usman Ibn Affan, periwayatan hadits dilakukan dengan cara yang sama dengan dua khalifah sebelumnya. Hanya saja, usaha yang dilakukan oleh Utsman Ibn Affan ini tidaklah setegas yang dilakukan oleh Umar bin al-Khatab, Meskipun Utsman  melalui khutbahnya telah menyampaikan seruan agar umat Islam berhati-hati dalam meriwayatkan hadits.  Namun pada zaman ini, kegiatan umat Islam dalam periwayatan hadist telah lebih banyak bila dibandingkan dengan kegiatan periwayatan pada zaman dua khalifah sebelumnya. Sebab, seruannya itu ternyata tidak begitu besar pengaruhnya terhadap para periwayat yang bersikap “longgar” dalam Hadist.
 Hal ini lebih disebabkan karena selain pribadi Utsman yang tidak sekeras pribadi Umar, juga karena wilayah Islam telah bertambah makin luas. Yang mengakibatkan bertambahnya kesulitan pengendalian kegiatan periwayatan hadis secara ketat.

4. Hadist pada masa Ali ibn Thalib

 Khalifah Ali bin Abi Thalib dalam meriwayatkan hadits tidak jauh berbeda dengan para khalifah pendahulunya. Artinya, Ali dalam hal ini juga tetap berhati-hati didalam meriwayatkan hadits. Dan diperoleh pula atsar yang menyatakan bahwa Ali r.a tidak menerima hadits,sebelum yang meriwayatkannya itu disumpah6. Hanya saja, kepada orang-orang yang benar-benar dipercayainya,  Ali tidak meminta mereka untuk bersumpah.
Dengan demikian, fungsi sumpah dalam periwayatan hadits bagi Ali tidaklah sebagai syarat mutlak keabsahan periwayatan hadits. Sumpah dianggap tidak perlu, apabila orang yang menyampaikan riwayat hadits telah benar-benar diyakini tidak mungkin keliru.
6.Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, Sejarah & Pengantar Ilmu Hadits (Semarang:                         Pustaka Rizki Putra, 1999),hal  47
                                                            9
Ali bin Abi Thalib sendiri cukup banyak meriwayatkan hadits Nabi. Hadits yang diriwayatkannya, selain dalam bentuk lisan, juga dalam bentuk tulisan (catatan). Hadits yang berupa catatan, isinya berkisar tentang: [1] hukuman denda (diyat); [2] pembebasan orang Islam yang ditawan oleh orang kafir; dan [3] larangan melakukan hukum (qishash) terhadap orang Islam yang membunuh orang kafir. Dalam Musnad Ahmad, Ali bin Abi Thalib merupakan periwayat hadist yang terbanyak bila dibandingkan dengan ketiga khalifah pendahulunya                                        
     
      2.      Hadist pada Masa Tabi’in
Pada dasarnya periwayatan yang dilakukan kalangan tabi’in tidak berbeda dengan yang dilakukan para sahabat. Mereka, bagaimanapun, mengukuti jejak para sahabat sebagai guru – guru mereka. Hanya saja persoalan yang dihadapi mereka sedikit berbeda dengan yang dihadapi para sahabat. Pada masa ini Al Qur’an sudah dikumpulkan dalam satu mushaf. Dipihak lain, usaha yang telah dirintis oleh para sahabat, pada masa khulafa’ Al-Rasyidin, khususnya masa kekhalifahan Ustman para sahabat ahli hadist menyebar ke beberapa wilayah kekuasaan Islam. Kepada merekalah para tabi’in mempelajari hadits7.
A.    Pusat – pusat Pembinaan Hadits
            Tercatat beberapa kota sebagai pusat pembinaan dalam periwayatan hadits, sebagai tempat tujuan para tabi’in dalam mencari hadits. Kota - kota tersebut ialah Madinah al-Munawarah, Makkah al-Mukarramah, Kuffah, Basrah, Syam, Mesir, Magrib dan Andalas, Yaman dan Khurasan. Dari sejumlah para sahabat pembina hadits pada kota-kota tersebut, ada beberapa orang yang tercatat meriwayatkan hadist cukup banyak, antara lain: Abu Hurairah, Abdullah bin Umar, Anas bin Malik, Aisyah, Abdullah bin Abbas, Jabir bin Abdillah dan Abi Sa’id al-Khudzri8.
Tokoh–tokoh dalam Perkembangan Hadits Sahabat Kecil Pada masa awal perkembangan hadits, sahabat yang banyak meriwayatkan hadits disebut dengan al-Mukhtsirun fi al-Hadits mereka adalah:


7.Suparta, Munzier, Ilmu hadist,(Jakarta:Raja Grafindo Persada, 2008), 85.
8.Nor Ikhwan, Mohammad, Ilmu Hadist,(Semarang:Rasail Media, 2007),87.
                                                                              10
1)      Abu Hurairah meriwayatkan 5374 atau 5364 hadits
2)      Abdullah ibn Umar meriwayatkan 2630 hadits
3)      Anas ibn Malik meriwayatkan 2276 atau 2236 hadits
4)      Aisyah(istri nabi) meriwayatkan 2210 hadits
5)      Abdullah ibn Abbas meriwayatkan 1660 hadits
6)      Jabir ibn Abdillah meriwayatkan 1540 hadits
7)      Abu Sa’id al-Khudzri meriwayatkan 1170 hadits.
Sedangkan dari kalangan tabi’in besar, tokoh-tokoh periwayatan hadist sangat banyak, diantaranya:
1)      Madinah
v  Abu Bakar ibn Abdu Rahman ibn al-Haris ibn Hisyam
v  Salim ibn Abdullah ibn Umar
v  Sulaiman ibn Yassar
2)      Makkah
v  Ikrimah
v  Muhammad ibn Muslim
v  Abu Zubair
3)      Kufah
v  Ibrahim an-Nakha’i
v  Alqamah
4)      Basrah
v  Muhammad ibn Sirin
v  Qatadah
5)      Syam
v  Umar ibn Abdul Aziz
6)      Mesir
v  YAzid ibn Habib
7)      Yaman
v  Thaus ibn Kaisan al-Yamani

                                                                              11
B.  Pergolakan Politik dan Pemalsuan Hadits
Pergolakan ini sebenarnya terjadi pada masa sahabat, setelah terjadinya perang Jamal dan perang Sifin, yaitu ketika kekuasaan dipegang oleh Ali bin Abi Thalib akan tetapi akibatnya cukup panjang dan berlarut- larut dengan terpecahnya umat islam kedalam beberapa kelompok ( Khawarij, Syi’ah, Mu’awiyah dan golongan mayoritas yang tidak masuk kedalam ketiga kelompok tersebut).
Langsung atau tidak, dari pergolakan politik seperti diatas, cukup memberikan pengaruh terhadap perkembangan hadits berikutnya. Pengaruh yang langsung yang bersifat negatif, ialah dengan munculnya hadits–hadits palsu (maudhu’) untuk mendukung kepentingan politik masing–masing kelompok dan untuk menjatuhkan posisi lawan–lawannya. Adapun pengaruh yang bersifat positif adalah lahirnya rencana dan usaha yang mendorong diadakannya kodofikasi atau tadwin hadist, sebagai upaya penyelamatan dari pemusnahan dan pemalsuan, sebagai akibat dari pergolakan politik tersebut.

Kesimpulan
Setelah dibahas makalah ini dapat disimpulkan bahwa:
·         Periwayatan Hadist pada masa Rasul Saw masih mempunyai legalitas yang sangat tinggi,sehingga jauh dari kata tersalah dalam periwayatan hadist,hal ini disebabkan karena Rasulullah dikala itu masih hidup, sehingga para sahabat bila timbul perasaan ragu dalam meriwayatkan satu hadist,mereka  langsung menanyakan kembali perihal Hadist tersebut.
·         Kehati-hatian  merupakan kunci utama para sahabat untuk menimalisir adanya periwayatan palsu dalam sebuah Hadist, maka sangat wajar bila para Sahabat  menggunakan metode khusus dalam menerima periwayatan Hadist.
·         Perkembangan hadist pada masa Tabi’in merupakan puncak dari sejarah ilmu hadist, karena pada masa ini periwayatan Hadist dilakukan secara besar-besaran dari berbagai penjuru dunia, sehingga mulailah berkembang metode dan kriteria khusus dalam meriwayatkan seperti al Rijalu al rawi dan al kaifiyatul al riwayatu al Hadist, dan lain-lain

                                                                        12

Daftar pustaka

Ichwan, Mohammad Nor. 2007. Studi Ilmu Hadist. Semarang: RaSAIL Media.
Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, Teungku. 1999. Ilmu Hadist. Semarang:
PustakaRizkiPutra.
Rofi’ah, Khusniati. 2010. Studi Ilmu Hadist. Ponorogo: STAIN PO Press.
Suparta, Munzier. 2008. Ilmu Hadist. Jakarta: Raja  Grafindo Persada.
Zuhri, Muh. 2003. Hadist Nabi Telaah Historis dan Metodologis. Yogyakarta:
Tiara Wacana Yogya.

.








                                                                        13

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Khilafiyyah Dalam Ilmu Qalam

   MAKALAH ILMU KALAM DI SUSUN OLEH RIDHA ZUHAIMI DAN ZULKARNAINI USMAN...