MAKALAH ILMU HADIST
SEJARAH
PERKEMBANGAN HADIST PADA MASA RASULULLAH,SAHABAT,DAN TABI’IN
DI
S
U
S
U
N
OLEH
RIDHA ZUHAIMI
PEMBIMBING
USTADZ MAIMUN M.A
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA ARAB
SEKOLAH TINGGI ILMU TARBIYAH (STIT)
SYAMSYUDDUHA – ACEH UTARA
DAFTAR ISI
KATAPENGANTAR………………………………………………………………………
1
BAB I…………………………………………………………………………....................2
BAB
II...........…………………………………………………………………………........5
KESIMPULAN…………………………………………………………………………….12
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………………...13
Diselesaikan pada tanggal 25 oktober 2017
Ridha Zuhaimi
KATA PENGANTAR
Dengan nama
ALLAH yang maha pengasih lagi maha penyayang,penulis mengucapkan puji syukur
atas kehadirat ALLAH SWT. Karena atas rahmat,hidayahnya sehingga penulis dapat
menyelesaikan makalah ini. begitu shalawat serta salam senantiasa tercurahkan
kepada nabi Muhammad saw beserta para sahabat,keluarga dan para pengikutnya
yang setia hingga akhir zaman.
Dalam
penyusunan makalah ini penulis sedikit mengalami kesulitan dan rintangan namun
berkat bantuan yang di berikan dari berbagai pihak,sehingga kesulitan-kesulitan
tersebut bias teratasi dengan baik. dengan demikian penulis lewat lembaran ini ingin mengucapkan
terima kasih yang setinggi-tingginya kepada mereka, teriring doa agar segenap
bantuannya dalam urusan penyelesain makalah ini, sehingga bernilai ibadah
disisi ALLAH SWT.
Akhirnya
penyusun menyadari bahwa makalah ini bukanlahsebuah proses akhir dari
segalanya, melainkan langkah awal yang masih memerlukan banyak koreksi, oleh
karena itu kritik dan sran sangat diharapkan untuk penyempurnaan makalh
selanjutnya, Amin.
pemakalah
Ridha
zuhaimi
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Islam
mengenal dua sumber primer dalam perundang-undangan. Pertama,Al-Qur’an dan
Kedua Al-hadist. Terdapat perbedaan yang signifikan pada sistem keduanya,
Al-Quran sejak awal diturunkan sudah ada perintah pembukuannya secara resmi,
sehingga Al-Quran terpelihara dari kemungkinan pemalsuan. Berbeda dengan
Hadist, tak ada perlakuan khusus yang baku padanya, sehingga pemeliharaannya
merupakan spontanitas dan inisiatif dari para sahabat. Hadist yang telah ada
sejak awal perkembangan islam adalah sebuah kenyataan yang tidak dapat
diragukan lagi. Disamping sebagai pendukung dalam mengatasi berbagai
permasalahan dalam ummat, Hadist juga memiliki pengaruh yang sangat besar dalam
memacu peadaban ilmu dalam agama islam. Sehingga banyak para sahabat yang
mengahafal dan mencatat dengan baik Al-Hadist ini.
Pada dasarnya Hadist adalah
sebuah literatur yang mencakup
semua ucapan,perbuatan,persetujuan,ketetapan dan gambaran tentang
kepribadian Nabi Muhammad Saw, mula-mula Hadist dihafalkan dan secara lisan
disampaikan secara berkesinambungan dari generasi ke generasi. Di samping
sebagai utusan ALLAH SWT, Nabi adalah panutan dan tokoh masyarakat. Selanjutnya
dalam kapasitasnya sebagai apa saja (Rasul,Pemimpin masyarakat,panglima
perang,kepala rumah tangga,teman) maka,tingkah laku,ucapan,petunjuknya disebut
sebagai ajaran islam. Beliau sadar sepenuhnya bahwa agama yang dibawanya harus
disampaikan dan terwujud secara kongkret dalam kehidupan nyata
sehari-hari. Karena itu setiap kali ada kesempatan, Nabi memanfaatkannya untuk
berdialog dengan para sahabat dalam berbagai media, dan para sahabat juga
memanfaatkan hal itu untuk lebih mendalami ajaran islam. Minat yang besar dari
para sahabat nabi untuk menerima dan menyampaikan hadist disebabkan oleh
beberapa hal,diantaranya:
3
Pertama, dinyatakan
secara tegas oleh ALLAH SWT dalam Al-Qur’an bahwa Nabi Muhammad Saw adalah
panutan yang baik (uswatun hasanah) yang harus diikuti oleh orang beriman dan
sebagai utusan ALLAH SWT yang harus ditaati oleh mereka.
Kedua, ALLAH dan Rasul-nya
memberikan penghargaan yang sangat tinggi kepada mereka yang berpengetahuan.
Ajaran ini telah mendorong para sahabat untuk berlomba-lomba dalam memperoleh
pengetahuan yang banyak, yang pada zaman Nabi, sumber pengetahuan adalah Nabi
sendiri.
Ketiga, Nabi
memerintahkan para sahabatnya untuk menyampaikan pengajaran kepada mereka yang
tidak hadir. Nabi menyatakan bahwa boleh jadi orang yang tidak hadir lebih
paham dari pada mereka yang hadir mendengarkan langsung dari Nabi. Perintah ini
telah mendorong para sahabat untuk menyebarkan apa yang mereka peroleh dari
Nabi.
B.Rumusan Masalah
Dari rumusan makalah tersebut, penulis merumuskan tiga rumusan
masalah, yaitu:
A. Bagaimanakah sejarah perkembangan hadist pada masa Rasulullah?
B. Bagaimanakah sejarah perkembangan hadist pada masa Sahabat?
C. Bagaimanakah sejarah perkembangan hadist pada masa tabi’in?
C.Tujuan dan
Kegunaan
Dalam setiap penelitian apapun bentuknya senantiasa dibarengi oleh
tujuan tertentu, oleh karena itu sebagai kelengkapan penjelasan penulis
mengenai tujuan dan kegunaan penelitian yaitu untuk mengetahui sejarah Hadist,
baik dari zaman Rasulullah hingga zaman Sahabat dan Tabi’in
Adapun kegunaan dari penelitian ini adalah diharapkan agar para
mahasiswa mampu mengkaji tentang periwayatan Hadist,baik dari masa Rasulullah
Saw hingga pada masa Sahabat dan pada masa Tabi’in.
4
BAB II
PEMBAHASAN
Sejarah perkembangan hadist
Sejarah perkembangan hadist merupakan masa atau periode yang telah
di lalui oleh dari masa lahirnya dan tumbuh dalam pengenalan,pengahayatan,dan
pengamalan umat dari generasi ke generasi.1 Dengan memerhatikan masa
yang telah dilalui hadist sejak masa timbul atau lahirnya di zaman Nabi
Muhammad Saw, meneliti dan membina hadist, serta segala sesuatu yang
mempengaruhi tersebut, maka Ulama Muhadditsin membagi sejarah Hadist dalam
beberapa periode. Adapun para ‘ulama sejarawan hadist berbeda –beda pendapat
dalam membagi periode sejarah Hadist, ada yang membagi dalam tiga,lima,dan
tujuh periode.2
A.
Sejarah Hadist pada masa Rasulullah Saw.
Periode ini disebut ‘ashr
Al-Wahyi wa At-Taqwin (masa penurunan Wahyu dan masa pembentukan masyarakat
islam). Pada masa ini lahirlah Hadist berupa sabda (Aqwal),perbuatan (Al-Af’al),dan
penetapan atau pengakuan (At-Taqrir) Nabi Saw, yang berfungsi untuk mengatasi
permasalahan hukum syariat di kala itu. Para sahabat menerima Hadist secara
langsung dan tidak langsung. Penerimaan secara langsung misalnya saat Nabi Saw
memberikan ceramah, pengajian, khutbah, atau penjelasan terhadap pertanyaan para
sahabat. Adapun penerimaan secara tidak langsung adalah mendengar dari sahabat
yang lain atau dari utusan-utusan ,baik dari utusan yang dikirim oleh nabi ke
daerah tertentu atau utusan daerah yang datang langsung kepada Nabi Saw.
Pada masa Nabi Saw,
kepandaian baca tulis para Sahabat sudah mulai bermunculan, hanya saja masih
terbatas sekali, oleh karena demikian Nabi Saw menekankan kepada para Sahabat
untuk menghafal, memahami, memelihara, mematerikan, dan memantapkan Hadist
dalam amalan sehari-hari, serta
1.Endang Soetari,ilmu hadist: kajian riwayah dan dirayah.
Bandung; Mimbar Pustaka. 2005 Hal.29
2. Ibid,Hal.30
5
mentablighkannya kepada orang lain. Setiap para Sahabat mempunysi kedudukan tersendiri
dihadapan Rasulullah, adakalanya disebut dengan Al-assabiqun Al-awwalun yakni
para Sahabat yang pertama masuk islam, seperti seperti Khulafaurrasyidin dan
Abdullah ibn Mas’ud. Ada pula diantara mereka yang memilki usia lebih panjang
dari sahabat yang lain sehingga mereka lebih banyak mengahafalkannya,seperti
Annas ibn Malik. Namun demikian sahabat juga adalah manusia biasa, harus
mengurus rumah tangga, bekerja untuk memenuhi, kebutuhan keluarganya, sehingga
para Sahabat mendengar sebagian Hadist dari Sahabat yang lain atau langsung
dari Rasulullah Saw, apalagi Sahabat Nabi yang berdomisili di daerah
yang jauh dari Madinah seringkali memperoleh Hadist dari sesama Sahabat.3 Rasul membina umatnya selama 23 Tahun. Masa
ini merupakan kurun waktu turunnya Wahyu dan sekaligus diwurudkannya Hadist.
Kebiasaan para
sahabat dalam menerima Hadist yakni dengan bertanya langsaung kepada Rasulullah
Saw, berdasarkan problematika yang di hadapi oleh mereka, seperti masalah hukum
syar’i atau ‘itiqadhi, Tetapi Hadist pada zaman Rasulullah belum ditulis secara umum sebagaimana
Al-Qur’an, para Sahabat lebih mengandalkan kekuatan hafalan dan kecerdasan
otaknya, karena pada zaman Rasul masih banyak para sahabat yang belum mahir
menulis (ummi), terlebih lagi rasulullah telah melarang para Sahabat
untuk menulis atau mencatat Hadist disebabkan adanya kekhawatiran bercampur
aduknya Hadsit dan Al-Qur’an, Abu Sa’id
Al-Khudri berkata bahwa Rasulullah Saw pernah bersabda:
لاَ تَكْتُبُوْا عَنِّي شَيْأً غَيْرَ اْلقُرْاَنِ
فَمَنْ كَتَبَ عَنِّيْ شَيْأً فَلْيَمْحُهُ وَ حَدَّثُوْا عَلَيَّ شَيْءٌ وَلَا حَرَجَ وَمَنْ كَذَّبَ عَلَيَّ هَمَّامٌ
اَحْسِبُهُ قَالَ مُعْتَمِدًّا فَلْيَتُبُوْا
مَقْعَدَهُ مِنَ اْلنَّارِ
“Janganlah menulis sesuatu dariku selain
Al-Qur’an, dan barang siapa yang menulis dariku hendaklah ia menghapusnya,
ceritakan saja apa yang kalian terima dariku, tidak mengapa. Barang siapa yang
sengaja berdusta atas namaku,maka hendaklah ia menduduki tempatnya di neraka” (H.R
Muslim).
3. Muh.Zuhri,Hadist Nabi telaah historis dan metodologis (cet 11
Yogyakarta Tiara yogya 2009) hal 29
6
Namun pernyataan dalam Hadist ini dimanshukkan oleh hadist yang diriwayatkan dari Abdullah ibn Amr
r.a, Nabi Saw bersabda:
اُكْتُبُوْا
فَوَالَّذِيْ نَفْسِيْ بِيَدِيْ مَا خَرَجَ مِنْهُ اِلَّاَ الْحَقُّ
“Tulislah!, maka demi Dzat yang diriku didalam kekuasaan-Nya, tidak
keluar dari mulutku kecuali yang benar” (H.R.Al-Darimi). Maka secara tidak resmi
beberapa Sahabat Rasul mulai menulis Hadist diantaranya:
1.
Abdullah
ibn Amr ibn ‘Ash (w. 65 H/685 M)
2.
Ali
ibn Abi Thalib (w. 40 H/611 M)
3.
Annas
ibn Malik
4.
Sumrah
ibn Jundab (w. 60 H/689 M)
5.
Abdullah
ibn Abbas (w. 69 H/689 M)
6.
Jabir
ibn Abdullah Al-Anshari (w. 78 H/697 M)
7.
Abdullah
ibn Abi Awfa’ (w. 86 H)
B. Sejarah Hadist pada masa Sahabat
Periode kedua
sejarah perkembangan hadits adalah masa sahabat, khususnya adalah Khulafa
al-Rasyidun (Abu Bakar al-Shiddiq, Umar bin Khathab, Ustman bin Affan, dan
Ali bin Abi Thalib), sehingga masa ini dikenal dengan masa sahabat besar4, Periode ini juga dikenal dengan zaman
Al-Tasabbut wa al-Iqlal min al-Riwayah yaitu periode membatasi hadits
dan menyedikitkan riwayat. Hal ini disebabkan karena para sahabat pada masa ini
lebih mencurahkan perhatiannya kepada pemeliharaan dan penyebaran Al-Qur’an.
Akibatnya periwayatan haditspun kurang mendapat perhatian, bahkan mereka
berusaha untuk bersikap hati-hati dan membatasi dalam meriwayatkan hadits. Kehati-hatian
dan usaha membatasi periwayatan dan penulisan hadits yang dilakukan para
sahabat, disebabkan karena mereka khawatir terjadinya kekeliruan dan kebohongan
atas
4. Mohammad Nor Ichwan, Studi Ilmu Hadits (Semarang: RaSAIL
Media Group, 2007), 79
7
nama Rasul SAW,
karena hadits adalah sumber ajaran setelah Al-Qur’an5,
Keberadaan hadits yang demikian harus dijaga keautentikannya sebagaimana
penjagaan terhadap Al-Qur’an. Oleh karena itu, para sahabat khususnya Khulafa
al-Rasyidin, dan sahabat lainnya seperti Al - zubair, Ibn Abbas, dan Abu
Ubaidah berusaha keras untuk memperketat periwayatan hadits. Berikut adalah
uraian Hadist pada masa sahabat.
1. Hadist pada
masa Abu Bakar Al Siddiq
Pada masa
pemerintahan Abu Bakar, periwayatan hadits dilakukan dengan sangat hati - hati.
Bahkan menurut Muhammad bin Ahmad al-Dzahabi (wafat 748H/1347M),
sahabat Nabi yang pertama menunjukkan sikap kehati - hatiannya dalam
meriwayatkan hadits adalah Abu Bakar al-Shiddiq, Hal ini sebagaimana dinyatakan
oleh Aisyah (putri Abu Bakar) bahwa Abu Bakar telah membakar catatan yang
berisi sekitar lima ratus hadist. Tindakan Abu Bakar tersebut lebih dilatar belakangi
karena beliau merasa khawatir berbuat salah dalam meriwayatkan hadits Sehingga,
tidak mengherankan jika jumlah hadits yang diriwayatkannya juga tidak banyak.
Padahal, jika dilihat dari intensitasnya bersama Nabi, beliau dikatakan sebagai
sahabat yang paling lama bersama Nabi, mulai dari zaman sebelum Nabi hijrah ke
Madinah hingga Nabi wafat.
2. Hadist pada masa Umar ibn Khatab
Tindakan hati - hati yang dilakukan oleh Abu
Bakar al-Shiddiq, juga diikuti oleh sahabat Umar bin Khathab. Umar dalam hal
ini juga terkenal sebagai orang yang sangat berhati-hati di dalam meriwayatkan
sebuah hadits. Beliau tidak mau menerima suatu riwayat apabila tidak disaksikan
oleh sahabat yang lainnya.
Hal ini memang dapat dipahami, karena memang
pada masa itu, terutama masa khalifah Abu Bakar dan khalifah Umar bi al-Khathab
naskah Al-Qur’an masih sangat terbatas jumlahnya, dan karena itu belum menyebar
ke daerah - daerah kekuasaan Islam. Sehingga dikhawatirkan umat Islam yang baru
memeluk Islam saat itu tidak bisa membedakan antara Al-Qur’an dan
Al-Hadits. Pada periode ini menyusun catatan-catatan terdahulu juga
dilarang, karena dari catatan tersebut tidak dapat diketahui mana yang haq dan
mana yang bathil, demikian pula dengan pencatat ilmu juga dilarang.
5. Khusniati
Rofiah, Studi Ilmu Hadits (Ponorogo: STAIN PO Press, 2010), 71
8
Meskipun demikian, pada masa Umar ini
periwayatan hadits juga banyak dilakukan oleh umat Islam. Tentu dalam
periwayatan tersebut tetap memegang prinsip kehati-hatian.
3.
Hadist pada masa Usman ibn Affan
Pada masa Usman Ibn Affan, periwayatan hadits
dilakukan dengan cara yang sama dengan dua khalifah sebelumnya. Hanya saja,
usaha yang dilakukan oleh Utsman Ibn Affan ini tidaklah setegas yang dilakukan
oleh Umar bin al-Khatab, Meskipun Utsman melalui khutbahnya telah
menyampaikan seruan agar umat Islam berhati-hati dalam meriwayatkan
hadits. Namun pada zaman ini, kegiatan umat Islam dalam periwayatan
hadist telah lebih banyak bila dibandingkan dengan kegiatan periwayatan pada
zaman dua khalifah sebelumnya. Sebab, seruannya itu ternyata tidak begitu besar
pengaruhnya terhadap para periwayat yang bersikap “longgar” dalam Hadist.
Hal ini
lebih disebabkan karena selain pribadi Utsman yang tidak sekeras pribadi Umar,
juga karena wilayah Islam telah bertambah makin luas. Yang mengakibatkan
bertambahnya kesulitan pengendalian kegiatan periwayatan hadis secara ketat.
4. Hadist pada masa Ali ibn Thalib
Khalifah Ali
bin Abi Thalib dalam meriwayatkan hadits tidak jauh berbeda dengan para
khalifah pendahulunya. Artinya, Ali dalam hal ini juga tetap berhati-hati
didalam meriwayatkan hadits. Dan diperoleh pula atsar yang menyatakan bahwa Ali
r.a tidak menerima hadits,sebelum yang meriwayatkannya itu disumpah6.
Hanya saja, kepada orang-orang yang benar-benar dipercayainya, Ali tidak
meminta mereka untuk bersumpah.
Dengan demikian, fungsi sumpah dalam
periwayatan hadits bagi Ali tidaklah sebagai syarat mutlak keabsahan
periwayatan hadits. Sumpah dianggap tidak perlu, apabila orang yang
menyampaikan riwayat hadits telah benar-benar diyakini tidak mungkin keliru.
6.Teungku
Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, Sejarah & Pengantar Ilmu Hadits
(Semarang: Pustaka Rizki Putra, 1999),hal 47
9
Ali bin Abi Thalib sendiri cukup banyak
meriwayatkan hadits Nabi. Hadits yang diriwayatkannya, selain dalam bentuk
lisan, juga dalam bentuk tulisan (catatan). Hadits yang berupa catatan, isinya
berkisar tentang: [1] hukuman denda (diyat); [2] pembebasan orang Islam
yang ditawan oleh orang kafir; dan [3] larangan melakukan hukum (qishash)
terhadap orang Islam yang membunuh orang kafir. Dalam Musnad Ahmad, Ali bin Abi
Thalib merupakan periwayat hadist yang terbanyak bila dibandingkan dengan
ketiga khalifah pendahulunya
2.
Hadist pada
Masa Tabi’in
Pada dasarnya periwayatan yang dilakukan
kalangan tabi’in tidak berbeda dengan yang dilakukan para sahabat. Mereka,
bagaimanapun, mengukuti jejak para sahabat sebagai guru – guru mereka. Hanya
saja persoalan yang dihadapi mereka sedikit berbeda dengan yang dihadapi para
sahabat. Pada masa ini Al Qur’an sudah dikumpulkan dalam satu mushaf. Dipihak
lain, usaha yang telah dirintis oleh para sahabat, pada masa khulafa’
Al-Rasyidin, khususnya masa kekhalifahan Ustman para sahabat ahli hadist
menyebar ke beberapa wilayah kekuasaan Islam. Kepada merekalah para tabi’in
mempelajari hadits7.
A.
Pusat – pusat Pembinaan Hadits
Tercatat
beberapa kota sebagai pusat pembinaan dalam periwayatan hadits, sebagai tempat
tujuan para tabi’in dalam mencari hadits. Kota - kota tersebut ialah Madinah
al-Munawarah, Makkah al-Mukarramah, Kuffah, Basrah, Syam, Mesir, Magrib dan
Andalas, Yaman dan Khurasan. Dari sejumlah para sahabat pembina hadits pada
kota-kota tersebut, ada beberapa orang yang tercatat meriwayatkan hadist cukup
banyak, antara lain: Abu Hurairah, Abdullah bin Umar, Anas bin Malik, Aisyah,
Abdullah bin Abbas, Jabir bin Abdillah dan Abi Sa’id al-Khudzri8.
Tokoh–tokoh
dalam Perkembangan Hadits Sahabat Kecil Pada masa awal perkembangan hadits, sahabat
yang banyak meriwayatkan hadits disebut dengan al-Mukhtsirun fi al-Hadits
mereka adalah:
7.Suparta,
Munzier, Ilmu hadist,(Jakarta:Raja Grafindo Persada, 2008), 85.
8.Nor
Ikhwan, Mohammad, Ilmu Hadist,(Semarang:Rasail Media, 2007),87.
10
1) Abu Hurairah meriwayatkan 5374 atau 5364 hadits
2) Abdullah ibn Umar meriwayatkan 2630 hadits
3) Anas ibn Malik meriwayatkan 2276 atau 2236
hadits
4) Aisyah(istri nabi) meriwayatkan 2210 hadits
5) Abdullah ibn Abbas meriwayatkan 1660 hadits
6) Jabir ibn Abdillah meriwayatkan 1540 hadits
7) Abu Sa’id al-Khudzri meriwayatkan 1170 hadits.
Sedangkan dari kalangan tabi’in besar,
tokoh-tokoh periwayatan hadist sangat banyak, diantaranya:
1) Madinah
v Abu Bakar ibn Abdu Rahman ibn al-Haris ibn
Hisyam
v Salim ibn Abdullah ibn Umar
v Sulaiman ibn Yassar
2) Makkah
v Ikrimah
v Muhammad ibn Muslim
v Abu Zubair
3) Kufah
v Ibrahim an-Nakha’i
v Alqamah
4) Basrah
v Muhammad ibn Sirin
v Qatadah
5) Syam
v Umar ibn Abdul Aziz
6) Mesir
v YAzid ibn Habib
7) Yaman
v Thaus ibn Kaisan al-Yamani
11
B. Pergolakan
Politik dan Pemalsuan Hadits
Pergolakan ini sebenarnya terjadi pada masa
sahabat, setelah terjadinya perang Jamal dan perang Sifin, yaitu ketika
kekuasaan dipegang oleh Ali bin Abi Thalib akan tetapi akibatnya cukup panjang
dan berlarut- larut dengan terpecahnya umat islam kedalam beberapa kelompok (
Khawarij, Syi’ah, Mu’awiyah dan golongan mayoritas yang tidak masuk kedalam
ketiga kelompok tersebut).
Langsung
atau tidak, dari pergolakan politik seperti diatas, cukup memberikan pengaruh
terhadap perkembangan hadits berikutnya. Pengaruh yang langsung yang bersifat
negatif, ialah dengan munculnya hadits–hadits palsu (maudhu’) untuk mendukung
kepentingan politik masing–masing kelompok dan untuk menjatuhkan posisi lawan–lawannya.
Adapun pengaruh yang bersifat positif adalah lahirnya rencana dan usaha yang
mendorong diadakannya kodofikasi atau tadwin hadist, sebagai upaya
penyelamatan dari pemusnahan dan pemalsuan, sebagai akibat dari pergolakan
politik tersebut.
Kesimpulan
Setelah
dibahas makalah ini dapat disimpulkan bahwa:
·
Periwayatan Hadist pada masa Rasul Saw masih mempunyai
legalitas yang sangat tinggi,sehingga jauh dari kata tersalah dalam
periwayatan hadist,hal ini disebabkan karena Rasulullah dikala itu masih hidup,
sehingga para sahabat bila timbul perasaan ragu dalam meriwayatkan satu hadist,mereka langsung menanyakan kembali perihal Hadist
tersebut.
·
Kehati-hatian
merupakan kunci utama para sahabat untuk menimalisir adanya periwayatan
palsu dalam sebuah Hadist, maka sangat wajar bila para Sahabat menggunakan metode khusus dalam menerima
periwayatan Hadist.
·
Perkembangan hadist pada masa Tabi’in merupakan puncak dari
sejarah ilmu hadist, karena pada masa ini periwayatan Hadist dilakukan secara
besar-besaran dari berbagai penjuru dunia, sehingga mulailah berkembang metode
dan kriteria khusus dalam meriwayatkan seperti al Rijalu al rawi dan al
kaifiyatul al riwayatu al Hadist, dan lain-lain
12
Daftar
pustaka
Ichwan, Mohammad Nor. 2007. Studi Ilmu
Hadist. Semarang: RaSAIL Media.
Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, Teungku. 1999. Ilmu
Hadist. Semarang:
PustakaRizkiPutra.
Rofi’ah, Khusniati. 2010. Studi Ilmu Hadist.
Ponorogo: STAIN PO Press.
Suparta, Munzier. 2008. Ilmu Hadist.
Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Zuhri, Muh. 2003. Hadist Nabi Telaah
Historis dan Metodologis. Yogyakarta:
Tiara Wacana Yogya.
.
13
Tidak ada komentar:
Posting Komentar